Ular sanca kembang atau Malayopython reticulatus adalah salah satu jenis ular piton terbesar di dunia.
Sanca kembang dapat ditemukan di Indonesia, khususnya di hutan hujan. Memiliki gigi tajam yang melengkung ke belakang, berjumlah empat baris pada rahang atas, serta dua di rahang bawah.
Gigi tersebut digunakan untuk menangkap mangsa kemudian melilitnya dengan sangat kuat hingga mangsanya mati. Ular sanca kembang sering kali menjadi ancaman bagi manusia karena ukurannya yang besar dan kekuatan lilitannya.
Ular sanca kembang memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut:
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Squamata
Famili: Pythonidae
Genus: Malayopython
Spesies: M. reticulatus
Ular sanca ini sebelumnya dikenal dengan nama ilmiah Python reticulatus, kini telah mengalami perubahan dalam klasifikasi ilmiahnya menjadi Malayopython reticulatus.
Ular ini merupakan salah satu jenis ular piton terbesar di dunia dan dapat ditemukan di hutan hujan Indonesia.
Habitat dan Penyebaran Ular Sanca Kembang
Ular ini mendiami berbagai jenis habitat di Asia Tenggara. Mereka dapat ditemukan di hutan hujan tropis yang lebat baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.
di mana mereka bersembunyi di antara vegetasi hutan dan pohon-pohon. Selain itu lahan gambut yang lembap juga menjadi tempat tinggal yang cocok bagi spesies ini.
Terkadang, ular ini juga mendiami lahan pertanian terutama jika dekat dengan hutan atau lahan alami.
Di mana mereka berburu hewan-hewan kecil di sekitarnya. Beberapa populasi juga ditemukan di daerah pesisir, terutama jika terdapat lahan berawa atau mangrove yang dekat dengan pantai.
Kemampuan adaptasi ular sanca ini terhadap berbagai kondisi lingkungan membuatnya menjadi salah satu spesies yang cukup fleksibel dalam memilih habitatnya.
Karakteristik Fisik dan Perilaku Ular Sanca Kembang
Ular sanca ini cenderung hidup di hutan-hutan tropis yang lembap dan bergantung pada ketersediaan air, sehingga sering ditemui tidak jauh dari badan air seperti sungai, kolam, dan rawa.
Sebagian besar spesies sanca adalah predator penyergap, yang mana ular ini tidak bergerak dalam posisi menyamarkan diri (kamuflase) dan kemudian menyerang mangsa yang lewat secara tiba-tiba.
Ular ini juga dikenal karena kekuatan melilitnya yang kuat saat menangkap mangsa, sehingga sering menjadi ancaman bagi manusia.
Ciri Fisik
Ular sanca kembang memiliki ukuran tubuh yang besar dengan ciri khas pola sisik berbentuk jala (reticula) yang tersusun dari warna-warna hitam, kecokelatan, kuning, dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya.
Sisik-sisik di bagian dorsal (punggung) tersusun dalam 70-80 deret, sedangkan sisik-sisik ventral (perut) berjumlah 297-332 buah, mulai dari bawah leher hingga ke kloaka.
Sisik-sisik subkaudal (sisi bawah ekor) terdapat sebanyak 75-102 pasang.
Perisai rostral (sisik di ujung moncong) dan empat perisai supralabial (sisik-sisik di bibir atas) yang terletak di bagian depan memiliki lekukan yang berfungsi sebagai sensor panas (heat sensor pits).
Ular ini juga memiliki gigi tajam yang melengkung ke belakang, jumlah empat baris pada rahang atas, serta dua di rahang bawah.
Pola Makan
Nafsu makan ular sanca kembang termasuk nomor satu jika dibandingkan dengan ular lain.
Ular ini adalah pemangsa yang bervariasi dalam pilihan makanannya. Spesies ini memiliki mangsa yang mencakup berbagai jenis hewan, dengan santapan utama pada mamalia dan burung.
Mereka dapat memangsa mamalia seperti rusa, babi hutan, monyet, kelinci, dan mamalia kecil lainnya, menggunakan kekuatan dan kemampuan melilit mereka untuk menangkap dan mematikan mangsa.
Selain itu, burung juga salah satu santapan favorit ular sanca ini, terutama burung yang berkeliaran di pohon atau semak-semak.
Meskipun lebih jarang, ular sanca kembang juga dapat memangsa reptil lainnya, termasuk ular kecil dan kadal.
Bahkan, terdapat laporan langka tentang mereka memangsa hewan yang lebih besar dari ukuran mereka sendiri, seperti rusa jantan dewasa.
Dengan mangsa yang beragam ini, sanca kembang memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di mana mereka hidup.
Namun, tekanan dari perburuan dan hilangnya habitat alami mereka menjadi ancaman serius terhadap kelangsungan hidup spesies ini.